Oleh: Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz
Soal Kesembilan:
Saya adalah seorang penuntut ilmu. Kebanyakan pertanyaan yang ditujukan kepada saya tentang suatu perkara, baik tentang ibadah atau yang lainnya, saya mengetahui jawabannya dengan baik. Terkadang saya mengetahuinya dari mendengarkan salah seorang syaikh, atau dari fatwa-fatwanya. Akan tetapi sulit bagiku untuk mengingat dalilnya yang shahih, sehingga terkadang sulit bagiku untuk melakukan tarjih. Bagaimana anda mengarahkan para penuntut ilmu dalam permasalahan seperti ini?
Jawaban:
Janganlah engkau berfatwa kecuali dengan ilmu. Arahkan mereka kepada orang selain engkau yang lebih baik dan lebih berilmu di daerahmu, serta lebih mengetahui tentang kebenaran. Jika tidak, maka katakanlah: “Berilah aku waktu sehingga aku bisa mengulang kembali dalil-dalilnya dan meneliti permasalahan tersebut.”
Apabila engkau telah merasa mantap di atas kebenaran dengan dalil-dalilnya, berilah mereka fatwa dengan kebenaran yang nampak bagimu.
Dengan sebab pertanyaan ini dan yang lainnya, aku wasiatkan kepada para pengajar agar mendorong murid-muridnya untuk meneliti suatu perkara secara jelas, dan tidak tergesa-gesa dalam berfatwa kecuali berdasarkan ilmu. Dan hendaknya para pengajar menjadi teladan bagi mereka dalam permasalahan tersebut, dengan bersikap diam dari perkara yang masih samar, serta berjanji untuk menelaah selama satu atau dua hari ke depan atau pada pelejaran yang akan datang. Sehingga seorang penuntut ilmu terbiasa dengan sikap tidak tergesa-gesa dalam berfatwa dan memberi hukum, kecuali setelah meneliti dan mendapatkan dalil. Sehingga mereka merasa mantap bahwa apa yang akan dikatakan oleh gurunya adalah kebenaran. Tidaklah mengapa untuk ditunda di lain waktu sehingga dia bisa mengulang kembali dalil para ulama tentang permasalahan tersebut.
Ketika Al Imam Malik ditanya tentang banyak perkara, beliau hanya menjawab sedikit dan mengatakan: “Saya tidak tahu.” Begitu juga ulama yang lain melakukan hal yang sama.
Termasuk sifat seorang penuntut ilmu adalah dia tidak gegabah, dan dia mengatakan: “Saya tidak tahu” pada perkara yang memang dia tidak mengetahuinya. Sedangkan para pengajar mempunyai kewajiban yang besar, yaitu menjadi contoh yang baik bagi para murid dalam hal akhlak dan perbuatan mereka.
Demikian juga, termasuk akhlak yang mulia bagi seorang penuntut ilmu adalah terbiasa dengan ucapan “Saya tidak tahu”, dan menunda (menjawab) pertanyaan-pertanyaan sampai dia memahami dalil serta mengetahui hukumnya. Bersamaan dengan itu, dia memperingatkan bahayanya berfatwa tanpa ilmu.
(Sumber: https://ulamasunnah.wordpress.com dinukil dari kitab Masuliyati Thalibil Ilm karya Syaikh bin Baaz, edisi Indonesia Ada Tanggung Jawab di Pundakmu, penerjemah: Abu Luqman Abdullah, penerbit Al Husna, Jogjakarta)
Tinggalkan komentar